Tak semua jenis
makanan baik bagi kesehatan tubuh kita. Begitu pun dengan kehidupan, kita bisa
saja bertemu dengan berbagai jenis dan rupa manusia, namun tak semua orang
kemudian tetap tinggal dan memberi arti bagi hidup kita. Nyatanya, seorang
penjual lotek memberikan sebuah pelajaran penting bagiku.
You
are what you eat. Pepatah ini menggambarkan bahwa jenis makanan yang
dipilih dapat menggambarkan kepribadian dan karakter seseorang. Apakah itu
sepenuhnya benar adanya? Entahlah…! Tapi setidaknya, jika kita mengkonsumsi
makanan yang sehat dan higienis, maka kesehatan tubuh kita akan lebih terjaga.
Dan bila tubuh kita sehat, maka bisa dipastikan aktivitas kita pun dapat
dilakukan dengan lebih bahagia bukan…?
Saat berbicara mengenai makanan khas
nusantara, yang terbayang pastinya kelezatannya. Bagi yang pandai memasak pasti
akan lebih suka untuk meracik sendiri berbagai bumbu dan bahan pangan. Namun
bagi yang tak terlalu pandai memasak yah, harus pasrah untuk membeli atau
memesan makanan. Tapi siapa sangka proses memesan atau membeli makan adanya
memberikan pengalaman yang berkesan bagi beberapa orang seperti saya. Seperti
apakah itu…?
Lotek Jogja
Lotek, sebuah makanan khas nusantara
yang terbuat dari racikan bumbu kacang dan berbagai jenis sayuran menjadi salah
satu makanan favorit masyarakat Jogja. Anda bisa menemukan warung makan yang
menjajakan makanan ini di berbagai sudut Jogja. Rasanya hampir mirip dengan
saudara sepupunya gado-gado, namun agak sedikit manis.
Setelah tinggal di Jogja selera
makan saya pun mulai menyesuaikan dengan jenis makanan setempat. Meski tak
terlalu menyukai rasa manis, namun pada kenyataannya beberapa jenis makanan
khas Jogja pun semakin terasa nikmat untuk saya santap saat ini. Salah satunya
adalah lotek.
Tak terhitung berbagai warung makan
lotek yang telah saya coba. Namun beberapa bulan belakangan ini saya tertarik
untuk mencoba untuk membeli seporsi lotek di salah sah satu warung lotek yang
berada si kawasan Babarsari. Tampilan warung ini sebenarnya jauh dari mewah.
Dengan berbekal sebuah meja sederhana Si Ibu meletakkan berbagai peralatan
‘berperang’nya, seperti cobek, rak kaca kecil untuk meletakkan sayuran, dan
beberapa buah kursi plastik untuk pelanggannya.
Meski tampilan warung ini sangat
sederhana, namun tak demikian dengan rasanya. Lotek Mandiri yang ada di kawasan
Babarsari ini rasanya berbeda dengan lotek kebanyakan yang cenderung sangat
manis. Rasa pada lotek ini tak terlalu dominan dan berimbang dengan rasa asin
dan pedasnya, sehingga tak membuat kita menjadi eneg saat menyantapnya.
Kemurahan Hati
Selain rasa loteknya yang nikmat ada
banyak hal yang menarik dari Ibu pedangang lotek ini. Siang itu, saat saya
menyinggahi warung lotek tersebut, tampak beberapa orang siswa berseragam
abu-abu yang menyantap makanan di sana. Wajar saja jika mereka ada di sana,
lokasi warung itu terletek tak jauh dari sebuah SMU Negeri yang berada di
kawasan Babarsari. Waktunya pun bertepatan dengan jam istirahat anak sekolah.
Tak berapa lama, dua orang siswi SMU
itu mendekati Si Ibu Penjual Lotek. Mereka pun menyebutkan jumlah lotek dan
minuman yang mereka pesan sebelumnya. Kemudian Ibu itu pun menyebutkan jumlah
yang harus mereka bayarkan. Para siswa SMU itu pun mulai menghitung uang mereka
untuk membayar. Salah satu dari mereka bahkan merogoh kantong berkali-kali,
seperti mencari uang untuk menggenapi jumlah yang di sebutkan sang Ibu.
Kebingungan anak-anak SMU tersebut
pun ditangkap oleh Si Ibu Pedangang Lotek. Ia segera mengambil uang dari
anak-ak tersebut sambil berkata, “Sudah segini aja, nggak papa.” Para siswa itu
pun tersenyum gembira. “Terima kasih, Bu” kata mereka sambil meninggalkan
tempat itu.
Sepeninggal para siswa SMU, Si Ibu
kembali melanjutkan pekerjaannya meracik lotek. Sambil menggerus bumbu kacang
Si Ibu pun berkata, “Itu tadi anak-anak SMA situ, Mbak. Tadi uangnya kurang
makanya ta’ genapkan aja. Ibu itu sering ketemu yang kayak gitu, Mbak. Pernah
ada anak yang tanya, harga loteknya berapa Bu? Ya Ibu jawab saja, duitmu adanya
berapa. Ibu nggak tega kalau ada anak yang lapar tapi uangnya kurang, ya ta’
kasih saja. Ibu kan juga punya anak juga, kalau anakku kayak gitu lah piye…”
Saya terkejut dengan penuturan sang
Ibu. Sejujurnya saya kagum dengan sikap Ibu Penjual Lotek tersebut. Bagi
sebagian orang, Si Ibu mungkin bukan termasuk orang terpandang dan kaya. Tutur
katanya pun seperti orang yang berpendidikan. Meski demikian, ia mampu untuk
berbagi kasih dengan orang sekitarnya. Meski pun hanya dengan beberapa rupiah
dari nilai lotek yang dijualnya.
Seharusnya kita yang memiliki banyak
kelebihan, baik harta, ilmu pengetahuan maupun pengalaman dapat berlajar dari
Si Ibu Penjual Lotek tersebut. Ia yang memiliki sedikit bahkan rela memberi
bagi sesamanya. Lalu kita, apakah yang sudah kita berikan bagi kehidupan ini…? (SF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar