Kekasih Idaman
Oleh:
Susana Febryanty
Tiada manusia yang sempurna karena
sesugguhnya setiap orang pasti memiliki kekurangan. Sebuah cinta menjadi sempurna bukan karena
kesempurnaan diri seseorang. Cinta menjadi indah melalui proses yang membentuk
sepasang hati untuk menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya.
Pagi itu tampak pemandangan yang
berbeda, jam masih menunjukkan pukul 05.30 namun penampilan putri telah rapi.
Ia pun telah duduk manis di meja makan menunggu ayah, bunda dan kakak
perempuannya untuk sarapan. Bahkan ia telah menyiapkan makanan dan minuman yang
akan mereka santap.
“Tumben,
jam segini Putri sudah rapi. Biasanya
kamu paling susah dibangunkan.” komentar Bunda heran. Putri hanya senyum-senyum
sambil mengunyah roti yang dioles selai kacang kesukaannya.
“Kayaknya
ada sesuatu yang dirahasiakan dari kita, Bun. Lihat saja bagaimana semangatnya
Putri pagi ini. Dari tadi dia senyum-senyum sendiri,” kata Ayah menimpali. Putri masih tak
bergeming, ia masih asyik dengan sarapannya.
Kak Kasih semakin penasaran melihat
tingkah Putri yang terkesan cuek
dengan komentar Ayah dan Bunda. Ia rangkul Putri, lalu bertanya, “Ada apa
denganmu, adikku sayang? Ayo, cerita dong.
Jangan bikin kami semakin penasaran…!”
“Mau tahu aja, apa mau banget nih? Hehehe… Oke, Putri cerita. Hari ini adalah
hari pertama Putri bergabung dengan kelompok cheerleader sekolah. Itu sebabnya Putri senang sekali, Kak.” Kata
Putri sambil tersenyum lebar.
“Wow, keren…! Selamat ya Putri. Akhirnya salah satu impianmu bisa
terwujud,” ucap Kak Kasih sambil memeluk adiknya.
“Selamat ya Put,” kata Ayah dan
Bunda bersamaan. “Tapi Ayah pesan, pelajaran sekolah tetap nomor satu. Jangan
sampai nilai pelajaranmu hancur gara-gara kegiatan lain. Kalau bisa semua bisa
menghasilkan prestasi yang membanggakan,” pesan ayah mengingatkan.
“Siap, Bos,” janji Putri mantab.
Bergabung dengan cheerleader atau pemandu sorak memang
sudah menjadi impian Putri sejak ia duduk di SMP dulu. Masih terbayang betapa
kecewanya ketika ia tak lolos audisi cheerleader
semasa kelas satu yang lalu. Putri pun menyiapkan diri selama setahun agar ia
dapat bergabung menjadi anggota pemandu sorak di tahun berikutnya. Untunglah,
kali ini ia mimpinya telah terwujud.
***
Usai jam sekolah, Putri segera menuju
kamar mandi untuk mengganti baju seragam dengan baju olah raga. Setelah selesai
berganti pakaian ia teringat rencanya untuk menghubungi Bunda. Segera
ditulisnya pesan singkat (sms) kemudian dikirimkannya.
“Bun, Putri bakal pulang sore soalnya mau
latihan cheerleader dulu.”
Sebuah pesan dari
sang bunda pun diterimanya.
“Oke, Sayang. Jangan lupa makan siang.
Pulangnya jangan kemalaman ya.”
Saat akan memasukkan handphone ke
tas, Putri baru ingat kalau seharian ini belum menghubungi seseorang. Sebuah
pesan pun terangkai dan segera dikirim Putri pada seorang lelaki yang beberapa
bulan ini menjadi kekasihnya.
“Mas
Raka lagi dimana? Sore ini aku mulai latihan cheerleader. Apa kamu bisa datang
lihat latihan pertamaku? Aku grogi banget, kalau ada kamu pasti perasaanku akan
lebih tenang. Kamu datang ya, please…!”
Tak lama kemudian sebuah sms pun
diterima Putri.
“Maaf ya Putri, sore ini aku ada rapat
kepanitian bakti sosial di kampus. Jadi sepertinya aku nggak bisa menemani
kamu. Jangan sedih ya, Sayang. Aku percaya kamu pasti bisa. Putri yang aku
kenal adalah cewek super yang pantang menyerah. Semangat…! J”
Wajah Putri berubah cemberut saat
membaca sms dari Raka barusan. Raka memang seorang mahasiswa yang cerdas dan
aktif di kampusnya. Itu sebabnya Raka selalu menjadi andalan dari kampusnya
dalam beberapa kegiatan. Sebenarnya Kak Kasih yang sekampus dengan Raka pun
telah mengingatkan Putri mengenai konsekuensi berpacaran dengan Raka. Namun
karena cinta yang demikan menggebu, segala resiko seakan tak jadi soal bagi
Putri dulu.
Tapi kini, entah mengapa perasaan
Putri sangat dongkol saat membaca sms dari Raka tadi. Sebelumya Putri tak
terlalu mempermasalahkan kesibukan Raka. Ia pun tak bermasalah jika Raka hanya
sesekali waktu mengantar jemput dirinya. Saat Raka harus alpa dari jadwal
apelnya karena aktifitas kuliah dan kerja tambahannya, Putri pun berusaha untuk
paham.
Namun
kali ini, Putri rasanya kesal bukan main. Bagaimana tidak, Raka tahu benar
bahwa menjadi anggota pemandu sorak adalah mimpi Putri sejak dulu. Raka juga
tahu bagaimana perjuangan Putri untuk mewujudkan mimpinya itu. Tapi kenapa Raka
malah tak mau mendukungnya saat dirinya sedang berjuang menggapai mimpinya. Tetesan
hangat pun mulai membasahi wajahnya.
Segera
dihapusnya air matanya sebelum ada orang yang melihatnya sedang menangis. Ia
tak ingin terlihat cengeng, karena mimpi sudah ada digenggamannya. Putri pun
keluar dari kamar mandi, namun kerena matanya sedang berkaca-kaca ia tak
menyadari orang di depannya. Bruk…! Putri pun jatuh terduduk di lantai, dan
orang yang bertabrakan dengannya jatuh menimpanya pula.
Muka
Putri terasa panas, karena malu. Jantungnyanya pun berdebar dengan sangat
kencang. Lelaki itu segera bangkit dan mengulurkan tangannya pada Putri. Ia pun
segera menyambutnya dan langsung berdiri. Saat berdiri saling berhadapan Putri
baru menyadari betapa tampannya pria yang ada dihadapannya saat ini.
“Kamu
nggak papa kan? Maaf ya, aku tadi keasyikan main bola sampai-sampai nggak memperhatikan jalan. Oh ya, kenalkan aku Arjuna. Kamu?”
sambil mengulurkan tangan.
Putri
mencoba untuk tersenyum sambil menjabat tangannya Arjuna. Katanya, “Aku Putri.
Aku nggak papa kok. Kayaknya aku juga
harus minta maaf deh, soalnya aku
juga tadi nggak konsentrasi jalannya.”
“Kamu
kok masih di sekolah? Bukannya, waktu
pulang sekolah sudah lewat ya?” tanya Arjuna ramah.
Putri
pun tersenyum kembali, kemudian menjawab, “Ehm,
soalnya sore ini aku latihan cheerleader
makanya sampai sekarang masih di sekolah.
“Oh, kamu anggota cheers rupanya. Oke deh,
kalau begitu, aku ke kamar mandi dulu ya. Mau ganti baju, sebentar lagi aku
juga ada latihan basket. Kapan-kapan kita ngobrol lagi,” ucap Arjuna mengakhiri
pembicaraan mereka.
***
Putri
pun menuju ke lapangan, bergabung dengan beberapa orang anggota cheers yang
sedang mengobrol. Pertemuan dengan Arjuna cukup membantu Putri memulihkan
kesedihannya. Buktinya, ia sudah dapat berkonsentrasi dalam latihan. Bahkan,
Kak Stella, salah satu senior dan pelatih kelompok pemandu sorak sekolah memuji
kelincahan gerakan Putri. Tentunya Putri jadi semakin semangat untuk berlatih cheerleader.
Setelah
latihan bubar, semua anggota pemandu sorak menyerbu kamar mandi untuk berganti
baju. Bahkan ada juga yang menyempatkan untuk mandi. Putri lebih memilih untuk
berganti baju dan mencuci wajahnya. Suasana sangat riuh di kamar mandi itu,
teman-teman Putri tersebut asyik berbincang mengenai pacar dan *gebetan masing-masing.
Ada
yang cerita tentang pacarnya yang kaya dan suka memberi hadiah. Sementara yang
lain, bercerita tentang gebetannya
yang ganteng. Ada pula yang memuji-muji perhatian pacarnya. Meski ada juga yang
mengeluh mengenai pacarnya yang posesif dan suka cemburuan. Mendengar cerita kawan-kawannya, Putri jadi
ingat pada pacarnya sendiri. Kalau boleh memilih sebenarnya Putri akan lebih
senang jika pacarnya bisa bersikap lebih perhatian lagi.
Tak
mau semakin tenggelam dengan perasaan suntuknya, Putri pun memilih untuk
segera keluar dari kamar mandi. Setelah
berbasa-basi, Putri berpamitan pada teman-temannya. Menurut Putri, lebih baik ia
pulang duluan daripada semakin terbawa dalam suasana hati yang tak menentu. Di
depan area kamar mandi, betapa terkejutnya Putri karena ia bertemu lagi dengan
Arjuna.
Mereka
mengobrol panjang lebar tentang banyak
hal, seperti sudah kenal lama saja. Arjuna bahkan menawarkan diri untuk
mengantar Putri pulang ke rumah. Putri langsung menerima tawaran tersebut.
Lumayanlah, daripada ia harus pulang sendirian menggunakan angkutan umum. Namun
saat Putri dan Arjuna keluar dari gerbang sekolah, tanpa sepengetahuan mereka,
sepasang mata sedang mengawasi mereka dari kejauhan.
Mata
itu terus mengawasi Putri dan Arjuna. Tampak kecemburuan dan kekecewaan, namun
berbalut sayang dari mata itu. Ia bahkan mengikuti mobil yang dikendarai oleh
Arjuna. Setidaknya ia tahu Putri sampai dengan selamat sampai di rumah. Setelah
itu, ia pun segera pulang tanpa sempat berpamitan dengan sang tuan rumah.
Sesampainya
di rumah, ia segera mengirimkan pesan pada Putri, “Bagaimana latihan cheers-nya tadi? Jangan lupa istirahat ya, sekarang
kamu harus jaga kondisi biar nggak cepat sakit.” Raka mematikan telpon
genggamnya kerena baterainya harus segera diisi ulang.
***
Aktifitasnya yang demikian padat
membuat Putri tertidur lebih cepat semalam. Sampai-sampai ia tak sempat
mematikan handphone seperti yang biasa
dilakukannya setiap akan tidur. Pagi harinya, Putri langsung mengecek telpon
genggam kesayangnya. Rupanya semalam Arjuna menelpon beberapa kali, ia bahkan
mengirimkan pesan pada Putri.
Ada
pula sebuah sms dari seseorang yang sangat disayanginya, Raka. Membaca nama
Raka dan pesan yang dikirimkannya, terasa debar lembut menyentuh sukmanya. Tapi
sayang, rasa kesal telah membalut dalam dirinya. Sms dari Raka seakan tak
penting lagi. Segera dimatikan telpon genggam tersebut untuk diisi ulang
baterainya, lalu Putri pun bersiap untuk berangkat ke sekolah.
***
Saat
asyik sarapan dengan seluruh anggota keluarganya, tiba-tiba terdengar suara bel
di rumah Putri. Bi Minah pun membukakan pintu, dan mempersilahkannya masuk. Tak
lama Bi Minah masuk ke ruang makan dan mengabarkan kalau tamu tersebut hendak
menjemput Putri.
Seketika
seluruh mata di ruang makan itu memandang heran pada Putri. Karena tak
biasa-biasanya Raka, pacar Putri menjemputnya sepagi ini. Setahu mereka, di pagi
hari Raka sibuk melakukan pekerjaan tambahan yaitu mengantar anak-anak
tetangganya dengan sepeda motor warisan mendiang sang ayah. Putri mengacuhkan pandangan keluarganya
dan memuskan segera keluar untuk menemui tamu tersebut.
Alangkah
terkejutnya Putri karena yang datang itu bukanlah Raka, melainkan Arjuna.
Setelah berbasa-basi sebentar, Putri pun ijin untuk menghabiskan sarapan dan
berpamitan pada orang tuanya. Putri langsung menuju kursi yang telah didukinya
tadi untuk menghabiskan nasi goreng spesial buatan Bi Minah.
“Tumben, Si Raka pagi-pagi sudah jemput. Bukannya setiap
pagi dia mengantar anak tetangganya ya, Put?” Tampak rasa penasan dari
pertanyaan Kak Kasih.
Sambil
memasukkan suapan terakhir ke mulut, Putri pun menjawab, “Siapa yang bilang
tamu itu Mas Raka, Kak? Wong, yang
datang itu Arjuna kok.”
Ayah, Bunda, dan Kak Kasih saling
berpandangan satu sama lain. Mereka bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi
pada Putri. Tersirat sebuah kemarahan dari ucapan Putri barusan. Tapi mereka
tak berani berkomentar, hanya diam dalam tanya.
Tiba-tiba Kak Kasih pun menyeleletuk,
“Kayak ada apa-apa nih? Hmm, awas lho jangan suka main api, nanti kamu bisa terbakar sendiri.”
“Siapa yang main api sih, Kak. Putri hanya mengikuti aliran
air yang membawaku.” Jawab Putri sambil mengedipkan salah satu matanya.
“Asal nggak kebawa arus sih, nggak apa-apa. Pokoknya hati-hati aja, deh.” Kak Kasih mengingatkan lagi.
“Ya, ya, ya. Sudah ah, aku pamit berangkat dulu ya,” ucapnya
sambil menciumi satu persatu anggota keluarganya.
***
Jika ada yang pertama, maka biasanya ada pula yang
kedua dan seterusnya. Kedatangan Arjuna ke rumah Putri pagi itu rupanya menjadi
awal dari kunjungan rutinnya ke rumah. Bahkan kedatangan Arjuna seolah menjadi
kebiasaan baru bagi Putri dan keluarganya. Hampir tiap hari Arjuna mengantar
dan menjemput Putri.
Diam-diam sebenarnya keluarga Putri
merasa jengah melihat kedekatan Putri dan Arjuna. Bagaimana tidak, Putri dan
Arjuna seperti lem dan perangko yang sulit sekali dipisahkan. Kemana pun Putri,
Arjuna selalu mengikutinya. Begitu juga dengan Putri, Arjuna selalu mengajak
Putri dalam berbagai aktifitas yang dilakukannya. Padahal Putri masih berstatus
pacar dari Raka.
Kabar mengenai kedekatan Putri dan
Arjuna pun segera merebak di lingkungan sekolahnya. Mereka diisukan sedang
berpacaran. Putri terlihat tak keberatan dengan kabar itu, toh ia sudah merasa jenuh dengan sikap Raka yang dianggapnya kurang
perhatian. Lagi pula tak ada salahnya jika ia nantinya berpacaran dengan
Arjuna. Putri pikir ia hanya tinggal putuskan saja Raka, lalu jadi pacar
Arjuna.
***
Menurut
Putri, Arjuna adalah lelaki idaman semua anak perempuan di sekolahnya. Selain
ganteng, dan gagah, Arjuna berasal dari keluarga kaya. Secara otomatis, ia
dapat membelikan apapun yang diinginkannya termasuk hadiah bagi Putri. Ia juga
merupakan cowok yang cukup terkenal di sekolahnya. Kedekatan Putri dan Arjuna
secara tidak langsung mengangkat nama Putri di lingkungan pergaulan sekolah
mereka. Nama Putri ikut melambung berkat Arjuna.
Namun,
seperti istilah tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan Arjuna. Di
balik kesempurnaan fisiknya, sebenarnya ia juga memiliki beberapa kekurangan.
Arjuna termasuk orang yang sangat menyukai kesempurnaan dalam hal apa pun. Saat
Arjuna mengajak Putri keluar, ia mengharuskan Putri tampil sesempurna mungkin.
Keluarga
Putri merasa bahwa sekarang anak gadisnya itu tak lagi sama seperti dulu.
Penampilannya lebih sering dipoles make
up, dan dibalut busana heboh ala
artis-artis Korea. Putri juga jadi jarang berkumpul dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Ia lebih sering menghabiskan waktu dengan kongkow-kongkow di caffe
dan klub malam bersama Arjuna dan kawan-kawannya yang borju. Nama Raka pun mulai jarang disebut Putri dalam obrolannya,
berganti dengan nama Arjuna.
***
Sebenarnya
Raka juga mencium gelagat yang tak beres dari kedekatan Putri dan Arjuna. Putri
mulai bersikap dingin pada Raka. Putri bahkan mulai mengacuhkan telpon dari
Raka. Sms yang dikirim Raka pun lama dibalas oleh Putri.
Jika
Raka menemui Putri, sikapnya acuh tak acuh. Ia lebih asyik bermain HP ketimbang
mendengarkan cerita Raka. Beberapa kali Kak Kasih juga mendapati Putri mengusir
Raka secara halus dengan alasan sedang mengantuk atau kelelahan. Keahadiran
Raka seakan tak lagi berarti bagi Putri.
Meski
begitu, Raka tetap berusaha bersikap sabar dalam menghadapi Putri. Ia menyadari
perubahan sikap Putri bukan tanpa alasan. Raka sadar akan kekurangannya yang
tampak kurang perhatian pada Putri. Tidak selalu ia dapat mengantar jemput
Putri ke sekolah. Ia juga tak bisa menghujani hadiah-hadiah yang diinginkan
Putri.
Tapi
apa mau dikata, Raka bisa melanjutkan kuliah karena ia mendapatkan beasiswa. Rasanya sungguh tak
tega jika ia menyusahkan sang ibu yang hanya menjadi penjual nasi uduk. Ibunya juga
masih menanggung biaya seorang lagi adiknya yang masih sekolah. Oleh karena
itu, di sela-sela waktu kuliahnya, Raka melakukan beberapa pekerjaan untuk membiayai keperluan ia dan adiknya. Raka
mengantar jemput dan memberikan les tambahan pada anak-anak komplek dekat rumahnya.
Sayangnya,
saat ini Putri sedang tak peduli dengan persoalan yang dihadapi oleh Raka.
Baginya kini yang terpenting dia bisa merasa senang dengan perhatian dan hadiah
yang diberikan oleh Arjuna. Ia seolah terbuai oleh kesenangan yang ditawarkan
oleh Arjuna padanya. Sikap Arjuna yang perfectionist
dan cenderung posesif tak lagi menjadi persoalan. Meski terkadang hati kecilnya
merasa tak nyaman dengan sikap dan perilaku Arjuna tersebut.
***
Hingga
suatu saat, sebuah sebuah telpon diterima oleh Bunda. Rupanya Bu Ratih, wali
kelas Putri sengaja menelpon ibunya untuk meminta Bunda menjemput Putri yang
tiba-tiba pingsan di sekolah. Sebelum membawa Putri pulang, Bunda kembali
mendapatkan berita yang tak kalah mengejutkan. Bu Ratih menunjukkan nilai-nilai
ulangan Putri yang mengalami penurunan secara drastis. Bunda diminta untuk
lebih mengawasi kegiatan belajar Putri di rumah.
Sepulang
dari sekolah Bunda hanya diam seribu bahasa, namun wajahnya menunjukkan
kekecewaan yang sangat. Lain lagi dengan Ayah, ia marah besar mengetahui
nilai-nilai Putri yang jelek. Bahkan, Ayah mengancam akan menghentikan seluruh
aktifitas Putri di luar rumah jika nilainya tak mengalami perbaikan. Bunda
berusaha untuk menenangkan amarah Ayah, baru kemudian menghibur dan merawat
Putri dengan sabar.
Kak
Kasih segera pulang setelah Ayah menceritakan hal yang telah menimpa Putri
melalui telpon. Kak Kasih pun segera menemui Putri di kamarnya. Pelan-pelan
diketuknya pintu kamar Putri sebelum ia masuk ke dalam. Dan tanpa menunggu
aba-aba sang pemilik kamar, Kak Kasih segera masuk ke dalam. Tampak Putri
sedang berbaring lemas di tempat tidur mungil dengan badan ditutupi oleh
selimut. Wajahnya tampak pucat tak berdaya.
Sungguh tak tega rasanya melihat
Putri seperti ini. Gadis yang biasanya lincah dan ceria harus terkapar tak berdaya
di tempat tidur. Kak Kasih mendekati tempat tidur sang adik, kemudian duduk di
kursi yang ada di samping tempat tidur Putri. Lalu kak Kasih mengelus lembut
rambut Putri. Putri pun terbangun karena sentuhan Kak Kasih.
“Kak Kasih sudah pulang ya.” kata
Putri pelan.
Kak
Kasih mencoba tersenyum meski terkesan dipaksakan, lalu berkata, “Mana yang
sakit, Put? Cepat sembuh dong, aku
sedih kalau lihat keadaanmu seperti seperti ini.”
“Kak, aku…” Mendadak air mata pun menetes
deras di pipi Putri.
Dengan
sigap Kak Kasih menghapus air mata, kemudian berkata, “Aku sudah tahu. Tadi
Ayah sudah bercerita banyak di telpon.”
“Aku menyesal sudah membuat Ayah,
Ibu dan Kak Kasih kecewa. Padahal aku sudah janji akan menjaga prestasi
belajarku. Aku juga sudah mengkhianati Mas Raka,” lanjut Putri sedih.
“Sudahlah Put, jangan sampai kamu
larut dalam kesedihan. Coba sekarang kamu lihat positifnya peristiwa ini.
Pingsannya kamu membuka semua kebenaran. Kita semua jadi tahu tentang nilai-nilaimu
yang menurun. Kalau tidak ketahuan, bisa jadi kamu mempertahankan ketidak
seriusanmu dalam belajar. Kamu juga jadi sadar bahwa kesehatanmu akan terganggu
jika kamu terus-terusan keluar malam, seperti yang kau lakukan selama ini. Yang
terpenting, setelah ini kamu harus perbaiki semua ya,” hibur Kak Kasih bijak.
“Tapi Kak, Putri merasa sangat bersalah
pada Mas Raka. Selama ini aku sudah menyepelekan dia. Padahal dia…” ucap Putri
sambil terisak.
Seorang cowok berwajah manis diam-diam
memasuki ruangan itu. Pelan-pelan ia mendekati tempat tidur Putri dan berdiri
si samping Kak Kasih. Menyadari kehadiran Raka, Kak Kasih pun bangun dari
tempat duduknya.
“Lebih baik kamu ngomong langsung sama Raka. Sekarang kan orangnya ada di sini.” katanya
sambil meninggalkan mereka.
“Kamu sakit apa, Put?” tanya Raka
lembut.”
Putri tak menyangka jika Raka masih
mau menjenguknya sekarang. Ia pun menjawab, “Kata Dokter, Putri kena Typus. Mas
Raka tahu darimana kabar tentang Putri?”
“Kebetulan aku lagi bareng Kasih dan pacarnya saat Om Bram menelpon
tadi. Makanya aku ikut ke sini.”
Putri pun berkata, “Maafkan Putri ya
Mas. Aku sudah banyak salah sama Mas Raka. Akhir-akhir ini aku jadi
kekanak-kanak. Sikapku juga sering tak menghargai Mas Raka. Apalagi aku
main-main api dengan teman sekolahku, Arjuna. Aku sadar sikapku memang sudah
terlalu fatal dan tak pantas dimaafkan. Putri rela kalau memang Mas Raka
memutuskanku,” air mata semakin deras menetes di pipi Putri.
Tak tega juga Raka melihat tangisan
Putri. Rasa sayangnya pada Putri jauh melebihi kekecewaannya pada gadis
itu. Semua rasa sakitnya seolah lenyap
berganti kasihan melihat keaadaan Putri yang tampak rapuh. Tangan Raka membelai
lembut pipi Putri yang telah dibanjiri oleh air mata.
Raka
mendekati wajah kekasihnya itu, lalu berbisik lembut, “Aku yang nggak akan rela kehilangan kamu, Put.
Buat aku, cinta bukan hanya untuk menerima kelebihan orang yang kita sayang.
Bagiku cinta itu adalah proses pendewasaan untuk memahami dan menerima segala
kelebihan dan kekurangan pasangan kita. Sebelum aku mendekatimu, sebenarnya Kasih
sudah mengingatkanku bahwa adiknya yang cantik ini sangat manja dan inginnya
selalu diperhatikan. Jadi wajar saja bila akhirnya kamu mencari perhatian di
luar sana ketika aku kurang memperhatikanmu. Aku hanya berharap kita belajar
dari kejadian ini ya.”
Putri takjub mendengar ucapan Raka
barusan. Ia sungguh tak menyangka jika Raka akan memaafkannya. Putri pun
berusaha untuk dapat duduk dan segera diraihnya kedua tangan Raka lalu memeluk
hangat tubuh Raka. Putri berjanji dalam hatinya takkan melakukan kesalahan yang
sama di lain hari. Sementara itu, di balik pintu kamar Putri tampak ayah, ibu
dan kakaknya yang sedang mengintip pembicaraan Putri dan Raka. Mereka pun bahagia
melihat kebersamaan dua insan tersebut.
***