Selasa, 24 Juni 2014

PERNIKAHAN



Hati seolah tertumbuk beban berat. Tanya dan pernyataan muncul meluluh lantahkan perasaan.Namun pikir tetap menjadi utama.

Pernikahan, sebuah kata yg mudah terucap namun tak mudah tuk terwujud. Bukan tak ingin, namun entah mengapa tak kunjung nyata hingga kini. Entah siapa yg salah. Salahku kah yg tak mampu mewudkan ingin? Atau, salah nasib yg tak beruntung?

Bukankah pepatah mengatakan bahwa jodoh, rezeki dan maut adalah rahasia Sang Ilahi? Ataukah memang "mengobral diri" harus dilakukan tuk mendapatkan apa yg diinginkan? Apakah pernyataan "Manusia boleh berencana, Tuhan yg menentukan" tak lagi relevan saat ini?

Apakah karena alasan umur seorang perempuan tak boleh memilih yg terbaik bagi dirinya? Haruskah seorang perempuan harus menerima siapa pun pria yg datang padanya demi status istri?
Inikah akhir takdir seorang perempuan.

Apa bedanya perempuan dengan kaum lelaki? Bukankah semua makhluk ciptaan Tuhan memiliki jiwa yg harus dihargai sebagaimana adanya dirinya? Ataukah memang perempuan tak layak memilih sesuatu yg dirasanya terbaik bagi dirinya?

Perempuan adalah manusia yg ingin dihargai pemikiran dan perasaannya. Tak seharusnya seorang perempuan direndahkan atau dilecehkan karena sebuah status, seperti single atau atau janda.

Pernikahan sesungguhnya adalah ketetapan Sang Ilahi dan bukan sebuah kehebatan seorang manusia. Jadi, menikah atau tidak menikahnya seseorang bukanlah persoalan terutama dalam hidup. Karena yg terpenting adalah seberapa bermaknanya seseorang selama hidupnya.

Jumat, 17 Januari 2014

Kado Natal Terbaik David (Cerpen Anak)



Kado Natal Terbaik David
Oleh: Susana Febryanty
            Pagi itu, David tampak begitu riang. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil, David memberikan senyum terbaiknya.
            “Tumben, kamu bangun sepagi ini, dengan ceria pula. Apa nggak salah ini, Vid?”   Senyum David pun semakin melebar melihat sikap penasaran Kak Lia barusan. Setelah menelan habis sebuah roti, ia pun menjawab, “Kakak lupa ya, ini kan udah bulan Desember. Itu artinya sebentar lagi kita akan merayakan Natal. Biasanya setiap Natal kita mendapatkan banyak hadiah.”  David pun melirik kedua orang tuanya. Seolah hendak meminta kepastian dari mereka.
            “Papi dan Mami sudah putuskan akan memberikan kalian hadiah Natal, asalkan kalian bisa menunjukkan sikap yang baik dan tidak melanggar peraturan yang  kami buat. Bagaimana?”
            “Siap, Pi,” jawab David cepat. Rasanya dirinya tak sabar untuk memperoleh hadiah berupa games terbaru yang sudah lama diidam-idamkannya.
***
             Di sekolah, kebahagian David  semakin bertambah. Ia dan beberapa orang teman ditunjuk sebagai perwakilan sekolahnya untuk mengikuti lomba cerdas tangkas bahasa Inggris tingkat provinsi. David semakin bersemangat ikut lomba ini karena Aldo menjadi salah satu anggota  dalam grupnya.
David dan Aldo memang telah berteman cukup akrab. Mereka bahkan duduk sebangku selama ini. Padahal kebanyakan temannya enggan bermain dengan David.
            Pada jam istirahat, David dan beberapa temannya mengadakan untuk persiapan lomba cerdas tangkas. Saat hendak mengambil buku soal yang dibagi Pak Guru ternyata David kurang berhati-hati. Sehingga tanpa sengaja ia menyenggol kaca mata Aldo yang tengah ditaruhnya di atas meja.
            Prang! Kaca mata pun jatuh ke lantai. Meski tak pecah, namun kaca mata tersebut tampak retak. Jantung David berdetak kencang, ia merasa sangat bersalah atas kecerobohannya itu.
            “Maafkan aku, Aldo.”  Tangan David terlihat gemetar saat menyerahkan kacamata yang retak itu pada Aldo.”
            Aldo berusaha untuk tersenyum, “Iya, nggak apa-apa. Toh, kamu memang tidak sengaja melakukannya.”
***
            Siang harinya, saat akan pulang sekolah, David mencari Aldo. Ia berniat membicarakan hal penggantian kaca mata Aldo. Namun rupanya Aldo telah keluar dari kelas sedari tadi. David pun mencarinya di sekeliling sekolah. Ia mendapati Aldo di kantin sekolah. Tampak Aldo sedang menghitung jumlah uang dan sisa kue di dalam kotak. Tak lama kemudian Aldo segera pergi meninggalkan kantin.
            David berusaha mengikuti Aldo, ia bahkan meminta Pak Supri, supir keluarga David untuk mengikuti Aldo secara perlahan. Sampailah Aldo di sebuah perkampungan padat penduduk. Rupanya Aldo masih harus singgah di sebuah warung. Di situ, kembali ia mengambil kotak kue kosong dan uang hasil dagangan kue tersebut. Setelah urusannya selesai, Aldo bergegas pulang ke rumah.
            David turun dari mobil dan kembali membuntuti Aldo.  Hingga Aldo masuk di sebuah rumah kecil. Awalnya David berniat untuk bertamu, namun saat akan mengetuk pintu terdengar pembicaraan serius dari dalam rumah.
            “Kaca matamu kenapa, Do? Kok, jadi retak seperti itu.”
            “Tadi nggak sengaja jatuh waktu bermain Kak,” jawab Aldo berbohong. Ia tak mau David disalahkan atas kejadian yang menimpanya itu.
            Terdengan pula suara seorang Ibu berkata, “Lalu bagaimana kamu belajarnya? Ibu belum bisa mengganti kaca matamu dalam waktu dekat. Karena Ayah lebih membutuhkan uang untuk biaya berobatnya. Maaf ya, Nak.”
            “Nggak apa-apa, Bu. Yang penting Ayah sehat dulu. Kita bisa ganti kaca mata Aldo nanti setelah Ayah sembuh, Bu.”
            Rasa bersalah David pada Aldo kian menumpuk. David segera meninggalkan rumah Aldo. Di sisi lain, ia juga kagum pada sahabatnya, Aldo yang sangat baik dan mandiri. Tak seperti dirinya yang sangat manja dan mau menang sendiri. David juga kerap menyusahkan orang-orang di sekeliling karena sikap egoisnya. David berjanji akan menebus kesalahannya.
            Sesampainya di rumah, David segera memecahkan celengan kesayangnnya. Ia lalu menghitung uang-uang tersebut. Sayangnya, uang tersebut belum mencukupi untuk membeli sebuah kaca mata. Tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya.
***
            Malam harinya.
            “Pi, apa David boleh mengajukan permintaan untuk hadiah Natal sekarang?” tanya David memecah kebisuan saat makan malam.
            “Apa isi permintaanmu itu, Nak?”
            “Bagaimana kalau hadiah Natal David dianti dengan bingkisan Natal buat Aldo dan keluarganya? Sebenarnya, tadi pagi David nggak sengaja memecahkan kacamata Aldo. Padahal kaca mata itu sangat penting bagi Aldo. David juga baru tahu kalau keluarga Aldo itu hidupnya kekurangan. Jadi Papi tolong tambahkan penggantian kaca mata Aldo plus biaya bingkisan Natal buat keluarganya. Soalnya uang celengen David masih belum cukup, Pi.”
            “Baik, Papi setuju. Tapi ingat, persyaratan yang Mami dan Papi ajukan tetap berlaku.”
            David berusaha menjadi anak yang baik bagi keluarganya. Ia sangat ingin mendapatkan kado Natalnya kali ini. Melihat usahanya yang demikian keras, Papi dan Mami pun memenuhi keinginan David. Ia berhasil membeli kaca mata baru untuk Aldo.
            Sesudah ibadah perayaan Natal, David bersama keluarganya pergi ke rumah Aldo. Keluarga Aldo menyambut tamunya dengan sangat hangat. David pun memberikan sebuah kado kecil pada Aldo.
            “Apa ini, Vid?”
            “Itu kaca mata baru untuk mengganti kaca matamu yang sudah retak. Aku minta maaf ya baru bisa menggantinya sekarang.”
            “Terima kasih ya.” Mata Aldo tampak berkaca-kaca. Ia pun memeluk sahabatnya dengan perasaan bahagia.
            Papi dan Mami juga menyerahkan sejumlah bingkisan pada ayah dan ibu Aldo. Keluarga Aldo menerimanya dengan senang hati dan berterima kasih atas kebaikan David sekeluarga. David turut gembira melihat kebahagian keluarga Aldo tersebut. Sepertinya Natal kali ini menjadi momen yang terindah dan takkan terlupakan bagi David.

Kekasih Idaman (Cerpen Remaja)



Kekasih Idaman

Oleh: Susana Febryanty

Tiada manusia yang sempurna karena sesugguhnya setiap orang pasti memiliki kekurangan.  Sebuah cinta menjadi sempurna bukan karena kesempurnaan diri seseorang. Cinta menjadi indah melalui proses yang membentuk sepasang hati untuk menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya.
            Pagi itu tampak pemandangan yang berbeda, jam masih menunjukkan pukul 05.30 namun penampilan putri telah rapi. Ia pun telah duduk manis di meja makan menunggu ayah, bunda dan kakak perempuannya untuk sarapan. Bahkan ia telah menyiapkan makanan dan minuman yang akan mereka santap.
            Tumben, jam segini Putri sudah rapi. Biasanya kamu paling susah dibangunkan.” komentar Bunda heran. Putri hanya senyum-senyum sambil mengunyah roti yang dioles selai kacang kesukaannya.
            Kayaknya ada sesuatu yang dirahasiakan dari kita, Bun. Lihat saja bagaimana semangatnya Putri pagi ini. Dari tadi dia senyum-senyum sendiri,”  kata Ayah menimpali. Putri masih tak bergeming, ia masih asyik dengan sarapannya.
            Kak Kasih semakin penasaran melihat tingkah Putri yang terkesan cuek dengan komentar Ayah dan Bunda. Ia rangkul Putri, lalu bertanya, “Ada apa denganmu, adikku sayang? Ayo, cerita dong. Jangan bikin kami semakin penasaran…!”
            “Mau tahu aja, apa mau banget nih? Hehehe… Oke, Putri cerita. Hari ini adalah hari pertama Putri bergabung dengan kelompok cheerleader sekolah. Itu sebabnya Putri senang sekali, Kak.” Kata Putri sambil tersenyum lebar.
            “Wow, keren…! Selamat ya Putri. Akhirnya salah satu impianmu bisa terwujud,” ucap Kak Kasih sambil memeluk adiknya.
            “Selamat ya Put,” kata Ayah dan Bunda bersamaan. “Tapi Ayah pesan, pelajaran sekolah tetap nomor satu. Jangan sampai nilai pelajaranmu hancur gara-gara kegiatan lain. Kalau bisa semua bisa menghasilkan prestasi yang membanggakan,” pesan ayah mengingatkan.
            “Siap, Bos,” janji Putri mantab.
            Bergabung dengan cheerleader atau pemandu sorak memang sudah menjadi impian Putri sejak ia duduk di SMP dulu. Masih terbayang betapa kecewanya ketika ia tak lolos audisi cheerleader semasa kelas satu yang lalu. Putri pun menyiapkan diri selama setahun agar ia dapat bergabung menjadi anggota pemandu sorak di tahun berikutnya. Untunglah, kali ini ia mimpinya telah terwujud.
***
            Usai jam sekolah, Putri segera menuju kamar mandi untuk mengganti baju seragam dengan baju olah raga. Setelah selesai berganti pakaian ia teringat rencanya untuk menghubungi Bunda. Segera ditulisnya pesan singkat (sms) kemudian dikirimkannya.
Bun, Putri bakal pulang sore soalnya mau latihan cheerleader dulu.
            Sebuah pesan  dari  sang bunda pun diterimanya.
Oke, Sayang. Jangan lupa makan siang. Pulangnya jangan kemalaman ya.
            Saat akan memasukkan handphone ke tas, Putri baru ingat kalau seharian ini belum menghubungi seseorang. Sebuah pesan pun terangkai dan segera dikirim Putri pada seorang lelaki yang beberapa bulan ini menjadi kekasihnya.
            Mas Raka lagi dimana? Sore ini aku mulai latihan cheerleader. Apa kamu bisa datang lihat latihan pertamaku? Aku grogi banget, kalau ada kamu pasti perasaanku akan lebih tenang. Kamu datang ya, please…!
            Tak lama kemudian sebuah sms pun diterima Putri.
Maaf ya Putri, sore ini aku ada rapat kepanitian bakti sosial di kampus. Jadi sepertinya aku nggak bisa menemani kamu. Jangan sedih ya, Sayang. Aku percaya kamu pasti bisa. Putri yang aku kenal adalah cewek super yang pantang menyerah. Semangat…! J
            Wajah Putri berubah cemberut saat membaca sms dari Raka barusan. Raka memang seorang mahasiswa yang cerdas dan aktif di kampusnya. Itu sebabnya Raka selalu menjadi andalan dari kampusnya dalam beberapa kegiatan. Sebenarnya Kak Kasih yang sekampus dengan Raka pun telah mengingatkan Putri mengenai konsekuensi berpacaran dengan Raka. Namun karena cinta yang demikan menggebu, segala resiko seakan tak jadi soal bagi Putri dulu.
            Tapi kini, entah mengapa perasaan Putri sangat dongkol saat membaca sms dari Raka tadi. Sebelumya Putri tak terlalu mempermasalahkan kesibukan Raka. Ia pun tak bermasalah jika Raka hanya sesekali waktu mengantar jemput dirinya. Saat Raka harus alpa dari jadwal apelnya karena aktifitas kuliah dan kerja tambahannya, Putri pun berusaha untuk paham.
Namun kali ini, Putri rasanya kesal bukan main. Bagaimana tidak, Raka tahu benar bahwa menjadi anggota pemandu sorak adalah mimpi Putri sejak dulu. Raka juga tahu bagaimana perjuangan Putri untuk mewujudkan mimpinya itu. Tapi kenapa Raka malah tak mau mendukungnya saat dirinya sedang berjuang menggapai mimpinya. Tetesan hangat pun mulai membasahi wajahnya.
Segera dihapusnya air matanya sebelum ada orang yang melihatnya sedang menangis. Ia tak ingin terlihat cengeng, karena mimpi sudah ada digenggamannya. Putri pun keluar dari kamar mandi, namun kerena matanya sedang berkaca-kaca ia tak menyadari orang di depannya. Bruk…! Putri pun jatuh terduduk di lantai, dan orang yang bertabrakan dengannya jatuh menimpanya pula.
Muka Putri terasa panas, karena malu. Jantungnyanya pun berdebar dengan sangat kencang. Lelaki itu segera bangkit dan mengulurkan tangannya pada Putri. Ia pun segera menyambutnya dan langsung berdiri. Saat berdiri saling berhadapan Putri baru menyadari betapa tampannya pria yang ada dihadapannya saat ini.
“Kamu nggak papa kan? Maaf ya, aku tadi keasyikan main bola sampai-sampai nggak memperhatikan jalan. Oh ya, kenalkan aku Arjuna. Kamu?” sambil mengulurkan tangan.
Putri mencoba untuk tersenyum sambil menjabat tangannya Arjuna. Katanya, “Aku Putri. Aku nggak papa kok. Kayaknya aku juga harus minta maaf deh, soalnya aku juga tadi nggak konsentrasi jalannya.”
“Kamu kok masih di sekolah? Bukannya, waktu pulang sekolah sudah lewat ya?” tanya Arjuna ramah.
  Putri pun tersenyum kembali, kemudian menjawab, “Ehm, soalnya sore ini aku latihan cheerleader makanya sampai sekarang masih di sekolah.
Oh, kamu anggota cheers rupanya. Oke deh, kalau begitu, aku ke kamar mandi dulu ya. Mau ganti baju, sebentar lagi aku juga ada latihan basket. Kapan-kapan kita ngobrol lagi,” ucap Arjuna mengakhiri pembicaraan mereka.
***
Putri pun menuju ke lapangan, bergabung dengan beberapa orang anggota cheers yang sedang mengobrol. Pertemuan dengan Arjuna cukup membantu Putri memulihkan kesedihannya. Buktinya, ia sudah dapat berkonsentrasi dalam latihan. Bahkan, Kak Stella, salah satu senior dan pelatih kelompok pemandu sorak sekolah memuji kelincahan gerakan Putri. Tentunya Putri jadi semakin semangat untuk berlatih cheerleader.
Setelah latihan bubar, semua anggota pemandu sorak menyerbu kamar mandi untuk berganti baju. Bahkan ada juga yang menyempatkan untuk mandi. Putri lebih memilih untuk berganti baju dan mencuci wajahnya. Suasana sangat riuh di kamar mandi itu, teman-teman Putri tersebut asyik berbincang mengenai pacar dan *gebetan masing-masing.
Ada yang cerita tentang pacarnya yang kaya dan suka memberi hadiah. Sementara yang lain, bercerita tentang gebetannya yang ganteng. Ada pula yang memuji-muji perhatian pacarnya. Meski ada juga yang mengeluh mengenai pacarnya yang posesif dan suka cemburuan.  Mendengar cerita kawan-kawannya, Putri jadi ingat pada pacarnya sendiri. Kalau boleh memilih sebenarnya Putri akan lebih senang jika pacarnya bisa bersikap lebih perhatian lagi.
Tak mau semakin tenggelam dengan perasaan suntuknya, Putri pun memilih untuk segera  keluar dari kamar mandi. Setelah berbasa-basi, Putri berpamitan pada teman-temannya. Menurut Putri, lebih baik ia pulang duluan daripada semakin terbawa dalam suasana hati yang tak menentu. Di depan area kamar mandi, betapa terkejutnya Putri karena ia bertemu lagi dengan Arjuna.
Mereka  mengobrol panjang lebar tentang banyak hal, seperti sudah kenal lama saja. Arjuna bahkan menawarkan diri untuk mengantar Putri pulang ke rumah. Putri  langsung menerima tawaran tersebut. Lumayanlah, daripada ia harus pulang sendirian menggunakan angkutan umum. Namun saat Putri dan Arjuna keluar dari gerbang sekolah, tanpa sepengetahuan mereka, sepasang mata sedang mengawasi mereka dari kejauhan.
Mata itu terus mengawasi Putri dan Arjuna. Tampak kecemburuan dan kekecewaan, namun berbalut sayang dari mata itu. Ia bahkan mengikuti mobil yang dikendarai oleh Arjuna. Setidaknya ia tahu Putri sampai dengan selamat sampai di rumah. Setelah itu, ia pun segera pulang tanpa sempat berpamitan dengan sang tuan rumah.
Sesampainya di rumah, ia segera mengirimkan pesan pada Putri, “Bagaimana latihan cheers-nya tadi? Jangan lupa istirahat ya, sekarang kamu harus jaga kondisi biar nggak cepat sakit.” Raka mematikan telpon genggamnya kerena baterainya harus segera diisi ulang.
***
            Aktifitasnya yang demikian padat membuat Putri tertidur lebih cepat semalam. Sampai-sampai ia tak sempat mematikan handphone seperti yang biasa dilakukannya setiap akan tidur. Pagi harinya, Putri langsung mengecek telpon genggam kesayangnya. Rupanya semalam Arjuna menelpon beberapa kali, ia bahkan mengirimkan pesan pada Putri.
Ada pula sebuah sms dari seseorang yang sangat disayanginya, Raka. Membaca nama Raka dan pesan yang dikirimkannya, terasa debar lembut menyentuh sukmanya. Tapi sayang, rasa kesal telah membalut dalam dirinya. Sms dari Raka seakan tak penting lagi. Segera dimatikan telpon genggam tersebut untuk diisi ulang baterainya, lalu Putri pun bersiap untuk berangkat ke sekolah.
***
Saat asyik sarapan dengan seluruh anggota keluarganya, tiba-tiba terdengar suara bel di rumah Putri. Bi Minah pun membukakan pintu, dan mempersilahkannya masuk. Tak lama Bi Minah masuk ke ruang makan dan mengabarkan kalau tamu tersebut hendak menjemput Putri.
Seketika seluruh mata di ruang makan itu memandang heran pada Putri. Karena tak biasa-biasanya Raka, pacar Putri menjemputnya sepagi ini. Setahu mereka, di pagi hari Raka sibuk melakukan pekerjaan tambahan yaitu mengantar anak-anak tetangganya dengan sepeda motor warisan mendiang sang  ayah. Putri mengacuhkan pandangan keluarganya dan memuskan segera keluar untuk menemui tamu tersebut.
Alangkah terkejutnya Putri karena yang datang itu bukanlah Raka, melainkan Arjuna. Setelah berbasa-basi sebentar, Putri pun ijin untuk menghabiskan sarapan dan berpamitan pada orang tuanya. Putri langsung menuju kursi yang telah didukinya tadi untuk menghabiskan nasi goreng spesial buatan Bi Minah.
Tumben,  Si Raka pagi-pagi sudah jemput. Bukannya setiap pagi dia mengantar anak tetangganya ya, Put?” Tampak rasa penasan dari pertanyaan Kak Kasih.
Sambil memasukkan suapan terakhir ke mulut, Putri pun menjawab, “Siapa yang bilang tamu itu Mas Raka, Kak? Wong, yang datang itu Arjuna kok.”
            Ayah, Bunda, dan Kak Kasih saling berpandangan satu sama lain. Mereka bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi pada Putri. Tersirat sebuah kemarahan dari ucapan Putri barusan. Tapi mereka tak berani berkomentar, hanya diam dalam tanya.
            Tiba-tiba Kak Kasih pun menyeleletuk, “Kayak ada apa-apa nih? Hmm, awas lho jangan suka main api, nanti kamu bisa terbakar sendiri.”
            “Siapa yang main api sih, Kak. Putri hanya mengikuti aliran air yang membawaku.” Jawab Putri sambil mengedipkan salah satu matanya.
            “Asal nggak kebawa arus sih, nggak apa-apa. Pokoknya hati-hati aja, deh.” Kak Kasih mengingatkan lagi.
            “Ya, ya, ya. Sudah ah, aku pamit berangkat dulu ya,” ucapnya sambil menciumi satu persatu anggota keluarganya.
***
            Jika  ada yang pertama, maka biasanya ada pula yang kedua dan seterusnya. Kedatangan Arjuna ke rumah Putri pagi itu rupanya menjadi awal dari kunjungan rutinnya ke rumah. Bahkan kedatangan Arjuna seolah menjadi kebiasaan baru bagi Putri dan keluarganya. Hampir tiap hari Arjuna mengantar dan menjemput Putri.
            Diam-diam sebenarnya keluarga Putri merasa jengah melihat kedekatan Putri dan Arjuna. Bagaimana tidak, Putri dan Arjuna seperti lem dan perangko yang sulit sekali dipisahkan. Kemana pun Putri, Arjuna selalu mengikutinya. Begitu juga dengan Putri, Arjuna selalu mengajak Putri dalam berbagai aktifitas yang dilakukannya. Padahal Putri masih berstatus pacar dari Raka.
            Kabar mengenai kedekatan Putri dan Arjuna pun segera merebak di lingkungan sekolahnya. Mereka diisukan sedang berpacaran. Putri terlihat tak keberatan dengan kabar itu, toh ia sudah merasa jenuh dengan sikap Raka yang dianggapnya kurang perhatian. Lagi pula tak ada salahnya jika ia nantinya berpacaran dengan Arjuna. Putri pikir ia hanya tinggal putuskan saja Raka, lalu jadi pacar Arjuna.
***
Menurut Putri, Arjuna adalah lelaki idaman semua anak perempuan di sekolahnya. Selain ganteng, dan gagah, Arjuna berasal dari keluarga kaya. Secara otomatis, ia dapat membelikan apapun yang diinginkannya termasuk hadiah bagi Putri. Ia juga merupakan cowok yang cukup terkenal di sekolahnya. Kedekatan Putri dan Arjuna secara tidak langsung mengangkat nama Putri di lingkungan pergaulan sekolah mereka. Nama Putri ikut melambung berkat Arjuna.
Namun, seperti istilah tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan Arjuna. Di balik kesempurnaan fisiknya, sebenarnya ia juga memiliki beberapa kekurangan. Arjuna termasuk orang yang sangat menyukai kesempurnaan dalam hal apa pun. Saat Arjuna mengajak Putri keluar, ia mengharuskan Putri tampil sesempurna mungkin.
Keluarga Putri merasa bahwa sekarang anak gadisnya itu tak lagi sama seperti dulu. Penampilannya lebih sering dipoles make up, dan  dibalut busana heboh ala artis-artis Korea. Putri juga jadi jarang berkumpul dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya. Ia lebih sering menghabiskan waktu dengan kongkow-kongkow  di caffe dan klub malam bersama Arjuna dan kawan-kawannya yang borju. Nama Raka pun mulai jarang disebut Putri dalam obrolannya, berganti dengan nama Arjuna.
***
Sebenarnya Raka juga mencium gelagat yang tak beres dari kedekatan Putri dan Arjuna. Putri mulai bersikap dingin pada Raka. Putri bahkan mulai mengacuhkan telpon dari Raka. Sms yang dikirim Raka pun lama dibalas oleh Putri.
Jika Raka menemui Putri, sikapnya acuh tak acuh. Ia lebih asyik bermain HP ketimbang mendengarkan cerita Raka. Beberapa kali Kak Kasih juga mendapati Putri mengusir Raka secara halus dengan alasan sedang mengantuk atau kelelahan. Keahadiran Raka seakan tak lagi berarti bagi Putri.
Meski begitu, Raka tetap berusaha bersikap sabar dalam menghadapi Putri. Ia menyadari perubahan sikap Putri bukan tanpa alasan. Raka sadar akan kekurangannya yang tampak kurang perhatian pada Putri. Tidak selalu ia dapat mengantar jemput Putri ke sekolah. Ia juga tak bisa menghujani hadiah-hadiah yang diinginkan Putri.
Tapi apa mau dikata, Raka bisa melanjutkan kuliah karena  ia mendapatkan beasiswa. Rasanya sungguh tak tega jika ia menyusahkan sang ibu yang hanya menjadi penjual nasi uduk. Ibunya juga masih menanggung biaya seorang lagi adiknya yang masih sekolah. Oleh karena itu, di sela-sela waktu kuliahnya, Raka melakukan beberapa pekerjaan  untuk membiayai keperluan ia dan adiknya. Raka mengantar jemput dan memberikan les tambahan pada anak-anak komplek dekat rumahnya.
Sayangnya, saat ini Putri sedang tak peduli dengan persoalan yang dihadapi oleh Raka. Baginya kini yang terpenting dia bisa merasa senang dengan perhatian dan hadiah yang diberikan oleh Arjuna. Ia seolah terbuai oleh kesenangan yang ditawarkan oleh Arjuna padanya. Sikap Arjuna yang perfectionist dan cenderung posesif tak lagi menjadi persoalan. Meski terkadang hati kecilnya merasa tak nyaman dengan sikap dan perilaku Arjuna tersebut.
***
Hingga suatu saat, sebuah sebuah telpon diterima oleh Bunda. Rupanya Bu Ratih, wali kelas Putri sengaja menelpon ibunya untuk meminta Bunda menjemput Putri yang tiba-tiba pingsan di sekolah. Sebelum membawa Putri pulang, Bunda kembali mendapatkan berita yang tak kalah mengejutkan. Bu Ratih menunjukkan nilai-nilai ulangan Putri yang mengalami penurunan secara drastis. Bunda diminta untuk lebih mengawasi kegiatan belajar Putri di rumah.
Sepulang dari sekolah Bunda hanya diam seribu bahasa, namun wajahnya menunjukkan kekecewaan yang sangat. Lain lagi dengan Ayah, ia marah besar mengetahui nilai-nilai Putri yang jelek. Bahkan, Ayah mengancam akan menghentikan seluruh aktifitas Putri di luar rumah jika nilainya tak mengalami perbaikan. Bunda berusaha untuk menenangkan amarah Ayah, baru kemudian menghibur dan merawat Putri dengan sabar.
Kak Kasih segera pulang setelah Ayah menceritakan hal yang telah menimpa Putri melalui telpon. Kak Kasih pun segera menemui Putri di kamarnya. Pelan-pelan diketuknya pintu kamar Putri sebelum ia masuk ke dalam. Dan tanpa menunggu aba-aba sang pemilik kamar, Kak Kasih segera masuk ke dalam. Tampak Putri sedang berbaring lemas di tempat tidur mungil dengan badan ditutupi oleh selimut. Wajahnya tampak pucat tak berdaya.
            Sungguh tak tega rasanya melihat Putri seperti ini. Gadis yang biasanya lincah dan ceria harus terkapar tak berdaya di tempat tidur. Kak Kasih mendekati tempat tidur sang adik, kemudian duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur Putri. Lalu kak Kasih mengelus lembut rambut Putri. Putri pun terbangun karena sentuhan Kak Kasih.
            “Kak Kasih sudah pulang ya.” kata Putri pelan.
Kak Kasih mencoba tersenyum meski terkesan dipaksakan, lalu berkata, “Mana yang sakit, Put? Cepat sembuh dong, aku sedih kalau lihat keadaanmu seperti seperti ini.”
            “Kak, aku…” Mendadak air mata pun menetes deras di pipi Putri.
Dengan sigap Kak Kasih menghapus air mata, kemudian berkata, “Aku sudah tahu. Tadi Ayah sudah bercerita banyak di telpon.”
            “Aku menyesal sudah membuat Ayah, Ibu dan Kak Kasih kecewa. Padahal aku sudah janji akan menjaga prestasi belajarku. Aku juga sudah mengkhianati Mas Raka,” lanjut Putri sedih.
            “Sudahlah Put, jangan sampai kamu larut dalam kesedihan. Coba sekarang kamu lihat positifnya peristiwa ini. Pingsannya kamu membuka semua kebenaran. Kita semua jadi tahu tentang nilai-nilaimu yang menurun. Kalau tidak ketahuan, bisa jadi kamu mempertahankan ketidak seriusanmu dalam belajar. Kamu juga jadi sadar bahwa kesehatanmu akan terganggu jika kamu terus-terusan keluar malam, seperti yang kau lakukan selama ini. Yang terpenting, setelah ini kamu harus perbaiki semua ya,” hibur Kak Kasih  bijak.
            “Tapi Kak, Putri merasa sangat bersalah pada Mas Raka. Selama ini aku sudah menyepelekan dia. Padahal dia…” ucap Putri sambil terisak.
            Seorang cowok berwajah manis diam-diam memasuki ruangan itu. Pelan-pelan ia mendekati tempat tidur Putri dan berdiri si samping Kak Kasih. Menyadari kehadiran Raka, Kak Kasih pun bangun dari tempat duduknya.
            “Lebih baik kamu ngomong langsung sama Raka. Sekarang kan orangnya ada di sini.” katanya sambil meninggalkan mereka.
            “Kamu sakit apa, Put?” tanya Raka lembut.”
            Putri tak menyangka jika Raka masih mau menjenguknya sekarang. Ia pun menjawab, “Kata Dokter, Putri kena Typus. Mas Raka tahu darimana kabar tentang Putri?”
            “Kebetulan aku lagi bareng Kasih dan pacarnya saat Om Bram menelpon tadi. Makanya aku ikut ke sini.”
            Putri pun berkata, “Maafkan Putri ya Mas. Aku sudah banyak salah sama Mas Raka. Akhir-akhir ini aku jadi kekanak-kanak. Sikapku juga sering tak menghargai Mas Raka. Apalagi aku main-main api dengan teman sekolahku, Arjuna. Aku sadar sikapku memang sudah terlalu fatal dan tak pantas dimaafkan. Putri rela kalau memang Mas Raka memutuskanku,” air mata semakin deras menetes di pipi Putri.
            Tak tega juga Raka melihat tangisan Putri. Rasa sayangnya pada Putri jauh melebihi kekecewaannya pada gadis itu.  Semua rasa sakitnya seolah lenyap berganti kasihan melihat keaadaan Putri yang tampak rapuh. Tangan Raka membelai lembut pipi Putri yang telah dibanjiri oleh air mata.
Raka mendekati wajah kekasihnya itu, lalu berbisik lembut, “Aku yang nggak akan rela kehilangan kamu, Put. Buat aku, cinta bukan hanya untuk menerima kelebihan orang yang kita sayang. Bagiku cinta itu adalah proses pendewasaan untuk memahami dan menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan kita. Sebelum aku mendekatimu, sebenarnya Kasih sudah mengingatkanku bahwa adiknya yang cantik ini sangat manja dan inginnya selalu diperhatikan. Jadi wajar saja bila akhirnya kamu mencari perhatian di luar sana ketika aku kurang memperhatikanmu. Aku hanya berharap kita belajar dari kejadian ini ya.”
            Putri takjub mendengar ucapan Raka barusan. Ia sungguh tak menyangka jika Raka akan memaafkannya. Putri pun berusaha untuk dapat duduk dan segera diraihnya kedua tangan Raka lalu memeluk hangat tubuh Raka. Putri berjanji dalam hatinya takkan melakukan kesalahan yang sama di lain hari. Sementara itu, di balik pintu kamar Putri tampak ayah, ibu dan kakaknya yang sedang mengintip pembicaraan Putri dan Raka. Mereka pun bahagia melihat kebersamaan dua insan tersebut.
***