Selasa, 30 Juli 2019

Insto Dry Eyes, Solusi Ampuh Atasi Mata Kering



Oleh: Susana Febryanty

          Keberadaan mata merupakan anugerah Tuhan yang patut untuk disyukuri. Selain memperindah tampilan wajah, keberadaan mata sangat membantu dan mempermudah kita dalam melakukan berbagai aktivitas. Namun, apa jadinya jika tiba-tiba mata kita bermasalah karena kering? Tindakan apakah yang dapat kita lakukan untuk mengatasi kondisi mata kering?

            Tuntutan pekerjaan dan pola hidup modern tak jarang membuat kita mengabaikan beberapa hal penting dari diri kita. Salah satunya ialah kesehatan. Kita sibuk bekerja tanpa kenal lelah demi berbagai kepentingan dan ambisi, namun di sisi lain kesehatan tubuh kita pun mulai mengalami ganguan.
            Hal ini juga yang terjadi pada indera penglihatan kita. Kita bisa betah berjam-jam memandang ponsel pintar kita. Ada pula yang nyaman bekerja di ruangan ber-AC sehingga seluruh tubuhnya tak terhidrasi dengan baik. Namun, ada juga orang yang demi kesempurnaan penampilan kemudian menggunakan lensa kontak tanpa sesuai aturan. Hingga pada suatu waktu, mata kita mulai mengalami gangguan. Di saat itulah kita baru menyadari pentingnya mata bagi kehidupan kita.

Foto 1: Koleksi Pribadi

Mata Kering

            Seperti kebanyakan manusia yang hidup di zaman milenial ini, hari-hari kita dipadati dengan setumpuk tugas dan pekerjaan. Tak jarang waktu berjalan demikian cepat sehingga kita seolah menjadi insan yang kekurang waktu. Hal itu pula yang juga kerap saya alami. Sebagai seorang pekerja kreatif, rentetan daftar tugas dan tulisan yang harus dikerjakan menanti untuk dikerjakan.
            Terkadang waktu untuk beristirahat terpaksa harus diundur agar dapat mencapai ketepatan waktu sesuai deadline yang telah ditentukan. Menatap layar komputer selama berjam-jam menjadi makanan sehari-hari saat tugas sedang menumpuk. Kalau boleh jujur sebenarnya hal tersebut membuat mata pegel menjadi tak nyaman karena kelelahan bekerja. Tak hanya mata lelah saja, mata pun terasa panas seperti terbakar. Namun, karena tuntutan pekerjaan, mata sepet dan semua rasa tak nyaman yang dirasakan saat itu, kemudian terpaksa harus diabaikan begitu saja. Padahal kondisi tersebut akan semakin parah jika dibiarkan.
            Saya sendiri sempat mengalami dikondisi pandangan terasa buram karena mata terasa perih. Selain mata perih, air mata pun kemudian keluar tanpa sebab. Bahkan, ada kalanya, mata kemudian terasa seperti berpasir. Keadaan semacam ini biasanya saya alami saat melakukan aktivitas pekerjaan di depan layar komputer atau gawai serta mengendarai kendaraan dalam jangka waktu yang panjang tanpa jeda.
            Saya baru menyadari kondisi tersebut beberapa waktu yang lalu setelah saya memeriksakan diri kepada seorang dokter mata. Saat itu mata saya sudah cukup bermasalah karena sempat mengalami  iritasi akibat kondisi mata kering. Menurut dokter tersebut, kondisi yang seperti saya alami tersebut sebenarnya tak perlu terjadi karena ulah saya sendiri yang memaksa mata untuk bekerja secara berlebihan di depan layar komputer.
            Ada pun beberapa hal yang dapat menyebabkan kondisi mata menjadi kering antara lain:  

  • Faktor Bawaan

Beberapa orang mengalami kelainan bawaan pada bentuk dan struktur kelopak matanya. Akibatnya lapisan air matanya akan lebih mudah menguap dibandingkan dengan kebanyakan orang.

  • Faktor Hormonal

Gangguan dan perubahan hormonal yang dialami oleh beberapa orang ternyata dapat memperbesar kemungkinan seseorang untuk mengalami mata kering. Sebagai contoh: perempuan yang sedang hamil atau menggunakan alat kontrasepsi (KB) serta perempuan yang menopause beresiko mengalami mata kering.

  • Faktor Medis

Beberapa jenis penyakit yang dialami seseorang ternyata juga dapat menyebabkan kondisi mata menjadi kering. Diantara beberapa penyakit yang mempengaruhi produksi air mata yaitu: diabetes, lupus, gangguan tiroid, alergi, HIV, dan berbagai penyakit lainnya.

  • Faktor Penuaan

Penuaan yang dialami seseorang nyatanya menyebabkan penurunan produksi air mata. Sehingga kelopak mata menjadi kurang sensitif dalam melakukan fungsinya untuk meratakan air mata ke seluruh permukaan mata.

  • Faktor Pengobatan

Mengkonsumsi beberapa jenis obat-obatan tertentu dapat pula mengganggu produksi air mata seseorang. Beberapa jenis obat-obatan itu antara lain: dekongestan, antidepresan, antihistamin, obat-obatan Parkinson, dan beberapa jenis obat lainnya.

  • Faktor Kosmetik

Prosedur kosmetik yang dilakukan pada area mata ternyata bisa mempengaruhi kondisi mata sehingga menyebabkan mata menjadi kering. Hal ini biasa dialami oleh pasien yang baru malakukan operasi mata LASIK. Penggunaan lensa kontak sebagai benda kosmetik juga dapat mengakibatkan mata menjadi lebih kering.

  • Faktor Lingkungan

Kondisi udara yang tercemar, sinar matahari, dan keadaan cuaca adalah beberapa yang ada di lingkungan sekitar kita yang ternyata dapat pula mempengaruhi produksi air mata. Selain itu, aktivitas dan perilaku keseharian kita yang menggunakan mata secara berlebihan dan tanpa jeda turut mempengaruhi kondisi mata kita. Misalnya saja perilaku kita kala menggunakan gadget selama berjam-jam tanpa jeda mengakibatkan mata menjadi kering. 


 
Foto 2: Koleksi Pribadi
Bye Mata Kering 

            Setelah mengalami sendiri kondisi yang tak menguntungkan akibat mata kering, secara perlahan-lahan saya mulai mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan seimbang. Dan, untuk pertolongan pertama saat mata terasa perih dan tak nyaman, saya pun menggunakan Insto Dry Eyes untuk mengatasi mata kering. Awal penggunaan akan terasa sensasi sengatan sejuk, namun setelah itu mata terasa lebih jernih saat memandang karena gangguan-gangguan akibat mata kering telah lenyap.
            Insto Dry Eyes ini dapat digunakan tiga kali sehari saat kondisi mata kering melanda. Namun bila ganggunan tersebut tak lagi ada, kita bisa menghentikan penggunaannya. Jadi obat ini tak mengakibatkan ketergantungan. Ukuran kemasan Insto Dry Eyes yang mungil memudahkan kita untuk membawanya ke mana saja kita akan pergi.
            Selain itu pula beberapa perubahan pola hidup juga perlu diterapkan demi menghindarkan diri kita dari kondisi mata kering. Diantaranya ialah dengan menyeimbangkan waktu kerja dan waktu istirahat. Hal ini penting dilakukan karena seluruh tubuh termasuk mata kita membutuhkan jeda untuk beristirahat sejenak dan mengumpulkan energi baru untuk melanjutkan aktivitas selanjutnya. Memaksakan diri untuk terus berkeja tanpa jeda justru hanya merugikan diri kita sendiri karena bila tubuh kita sakit, kita sendiri yang akan menanggung dan merasakan rasa sakit itu.
            Kalau pun kita harus melakukan aktivitas yang menggunakan konsentrasi mata secara maksimal maka alangkah baiknya kita menggunakan kacamata yang dapat mengurangi efek radiasi dari gawai atau benda-benda yang kita gunakan. Mengonsumsi makanan bergizi yang kaya Vitamin dan Mineral serta meminum air putih yang cukup juga membantu mata kita agar selalu dapat kondisi yang seimbang dan sehat. Satu lagi yang tak boleh kita lupakan ialah berusahalah untuk sering berkedip saat menulis, membaca, atau menyetir.
            Dengan melakukan hal spele semacam itu ternyata kita dapat menjaga produksi air mata terjaga dengan baik. Dan, jangan pernah menggosok mata kita saat mata kering menyerang. Karena melakukan itu hanya akan membuat kondisi akan semakin para. Jadi daripada digosok, lebih baik teteskan saja Insto Dry Eyes lalu katakan, Bye Mata Kering…!

Selasa, 26 Maret 2019

Ngakunya Sih Sahabat..! Sebuah Evaluasi Diri akan Makna Persahabatan


Saat kehidupan berjalan baik-baik saja semua orang pastinya akan dengan senang hati datang dan bergaul dengan kita. Bahkan tak sedikit yang ‘mengaku’ dirinya sebagai sahabat kita. Lalu, apa jadinya bila hidup kita dirundung persoalan, masihkah keadaan berjalan sebagaimana mestinya?

            Manusia selain sebagai makhluk individu, ia juga merupakan makhluk sosial. Maka wajarlah jika kita sebagai manusia normal membutuhkan orang lain. Itu sebabnya kita perlu melakukan interaksi dan menjalin hubungan dengan orang lain.
            Diantara berbagai hubungan antar manusia yang terjalin, pasti ada ikatan yang kemudian terpilih menjadi hubungan bernama persahabatan. Persabatan merupakan sebuah hubungan yang terjalin layaknya saudara atau keluarga meski ia tak berasal dari tetesan darah yang sama. Namun, benarkah semua yang mengaku sahabat itu benar-benar tulus adanya?




Ujian Kehidupan
            Tulisan ini saya tulisan karena terinspirasi oleh berbagai pertanyaan dan evaluasi diri yang muncul setelah mengalami persoalan yang berkaitan dengan pertemanan dan persahabatan. Semua berawal dari keadaan keadaan yang kurang mengenakkan yang saya alami setahun belakangan ini. Saat itu saya tengah menjalin pertemanan yang cukup karib dengan dua orang perempuan.
            Saya masih ingat masa-masa yang kami habiskan untuk saling berbagi cerita. Lebih tepatnya, saya lebih sering memposisikan sebagai tong sampah dengan menyediakan telinga untuk mendengarkan cerita dan keluhan-keluhan mereka. Meski tubuh terasa lelah dan penat, saya rela menyempatkan waktu khusus demi orang-orang yang katanya ‘sahabat’ tersebut. Bahkan, tak jarang hujan dan badai pun ku terjang demi menemui mereka. Semua pengorbanan yang (bagi saya saat itu) rasanya layak dilakukan demi hubungan bernama ‘persahabatan’.
            Sebuah pepatah mengatakan bahwa, “Segala sesuatu akan diuji.” Pada akhirnya saya pun membuktikan makna pepatah tersebut ketika saya harus menghadapi ujian demi ujian kehidupan. Sejujurnya, berbagai kesukaran itu membuat kaki saya gontai untuk melangkah. Saya pun seolah kehilangan arah dan tak tahu harus berbuat apa.
            Saya mencoba melihat sekeliling. Yang saya lihat dan harapkan adalah sahabat-sahabat tersebut akan mendukung saya dengan tetap berada di samping saya untuk melewati masa-masa sulit ini. Sebuah rencana pun  sempat tercetus untuk pergi berlibur dan menyepi bersama demi menemukan ‘pencerahan’. Namun ternyata H-1 di waktu yang telah ditetapkan mendadak rencana itu dibatalkan oleh salah satu dari orang yang mengaku sahabat tersebut.  Dan sahabat yang satu lagi juga ikut-ikutan membatalkan rencana kami. Alhasil, saya pun harus mengubah rencana. Dengan terpaksa saya harus berangkat dan melanjutkan rencana ‘piknik’ sendirian.
            Dengan segala daya dan upaya saya berusaha untuk menepis rasa kecewa pada kedua orang yang katanya ‘sahabat’ tersebut. Saya berusaha memaafkan dan berisikap senormal mungkin terhadap keduanya. Ajakan nongkrong bareng  masih saya terima dengan senang hati. Bahkan, saat salah seorang dari mereka meminjam sejumlah uang, saya pun tetap berusaha untuk memenuhi permintaannya.
            Namun  ternyata rasa kecewa yang sudah terlanjur ada di dada nyatanya tak mudah untuk dihilangkan. Sikap nereka malah semakin menjadi-jadi. Mereka seolah menunjukkan sikap manis hanya saat membutuhkan bantuan. Sementara itu, ketika temannya tengah dirundung kesususahan mereka seakan tak mau tahu. Saya merasa seperti dicampakkan layaknya sampah yang tak lagi punya nilai bagi mereka. Hal ini tentunya membuat saya bertanya-tanya, “Apakah masih ada persahabatan sejati di dunia ini?”

Sebuah Pelajaran 
            Pada kenyataanya, kejadian semacam itu bukan pertama kali terjadi dalam hidup saya. Beberapa kali saya harus merasakan sakitnya ditinggalkan saat hidup tengah merana. Belum lagi rasa pahit yang saya telan karena pengkhianatan dari orang-orang yang saya percayai. Namun semua itu tak lantas membuat saya harus patah arang menjalani hidup. Beberapa bulan ini pun saya mulai merenungkan makna di balik peristiwa-peristiwa menyakitkan ini.
            Seperti kata pepatah yang mengatakan, “Carilah, maka akan kau dapatkan,” saya pun akhirnya menemukan beberapa pelajaran berharga. Pertama, “Cintailah dirimu dahulu sebelum kau mencintai orang lain. Saya menyadari bahwa penyebab terjadinya semua peristiwa menyakitkan itu adalah diri saya sendiri. Keinginan untuk selalu diterima dan dicintai oleh semua orang membuat saya rela berkorban apapun demi orang lain. Padahal tak semua orang rela melakukan hal yang sama dengan apa yang saya lakukan. Bahkan tak sedikit orang yang egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa peduli dengan nasib orang lain.
            Peristiwa-peristiwa tersebut juga menyadarkan saya bahwa tenyata saya masih bodoh dalam menilai orang. Dengan mudahnya saya tertipu oleh manisnya ucapan dan sikap seseorang yang ternyata berbuat demikian hanya karena ada maunya saja. Hal ini tentunya membuat saya harus semakin berhati-hati dalam menjalin pertemanan. Karena pada akhirnya bukan jumlah teman yang terutama, tapi kualitas pertemanan yang seling mendukung dan menopanglah yang terpenting dalam hidup.
            Dan satu yang terpenting yang saya temukan dari semuanya itu ialah, “Jangan pernah berharap atau berekspektasi pada siapapun atau apapun juga. Karena pada akhirnya kau hanya akan menemukan kecewa jika kau menaruh harapan pada seseorang atau pada sesuatu. Tetapi letakkanlah seluruh harapanmu hanya pada Tuhan semata.”
            Meski berat, saya belajar untuk melepaskan dan mengikhlaskan semuanya hanya pada Sang Maha Kuasa. Salah satu langkah yang saya pilih adalah mulai menjaga jarak dan menghapuskan pertemanan di media sosial dan dunia nyata dengan mereka. Hal tersebut saya lakukan bukan atas dasar rasa benci tapi semata-mata karena saya menghargai diri saya sendiri. Dan saya bersyukur Tuhan menghadirkan orang-orang yang berenergi positif untuk menggantikan posisi mereka di keseharian saya saat ini. Semoga kita semua bisa menghargai nilai sebuah persahabatan. Karena nilai sebuah persahabatan tak semurah kepentingan dan egoisme diri kita masing-masing. (SF)
 

Jumat, 18 Januari 2019

Mengapa Harus Saya…?


Ada berbagai pertanyaan yang kerap muncul di benak kita saat menghadapi badai kehidupan. Tak jarang pula kemudian kita melakukan aksi protes pada Sang Maha Pecipta atas kesulitan yang kita hadapi. Padahal hal tersebut tak lantas membuat persoalan kita selesai, bahkan semakin merusak jiwa kita. 
            Seorang teman pernah menulis status Facebook demikian, “Kalau kita lagi susah mah setan aja ogah untuk nengok.” Saya tergelitik saat membaca status teman tersebut. Dengan segera saya pun merespon status tersebut dan memberikan komentar atas pernyataanya tersebut.
            Tak ada yang salah memang dengan pernyataan teman saya itu. Beberapa diantara kita bahkan mungkin pernah mengalami kejadian semacam itu. Orang yang tengah bermasalah akan cenderung dijauhi oleh teman atau bahkan saudara-saudaranya. Bahkan, malah  orang ada yang justru tega mempersulit keadaan orang yang tengah bermasalah lho.  Lalu, kita harus bagaimana dong…?

 
Foto dari: https://khazanah.republika.co.id/
Badai Mendera
            Beberapa waktu belakangan ini saya tengah intens berhubungan dengan seorang sahabat yang memiliki persoalan yang (bagi saya) cukup pelik. Persoalannya tersebut cukup mengguncang hidupnya. Bahkan karena permasalahan yang dialaminya tersebut harga diri dan konsep dirinya sempat terporak-porandakan. Ia bercerita tentang teman dan saudara yang seolah-olah membuangnya.
            Meski tak persis sama, namun saya pribadi pernah mengalami sakitnya terbuang dari saudara dan teman. Saat ayah meninggal, saya merasakan sakitnya dicampakkan oleh keluarga besar. Saat itu saya merasa bagaikan sampah yang tak bernilai. Ketidaktahuan saya pun mendorong saya untuk melakukan aksi protes pada Tuhan dan enggan untuk melaksanakan ibadah. Hingga satu titik saya menemukan bahwa semua aksi protes yang saya lakukan tersebut hanyalah sebuah kesia-siaan belaka. Dan pada akhirnya saya menyadari bahwa sesungguhnya hanya Tuhanlah satu-satunya sahabat terbaik dalam kehidupan ini
            Namun apakah kemudian kehidupan saya berubah menjadi sempurna…? Jawabannya adalah tidak. Hingga detik ini saya masih mengalami pergumulan demi pergumulan hidup. Bahkan masih ada harapan dan impian saya yang belum bisa saya capai. Masih hangat di ingatan saya bagaimana beratnya permasalahan demi permasalahan yang harus saya tanggung pada tahun 2018 yang lalu. Berbagai rencana yang sudah saya canangkan hancur berantakan tak berbekas sama sekali.
            Bagaimana perasaan saya saat mengalami itu semua? Jawabnya ya tentu sakit. Sama seperti kebanyakan perempuan, saya memilih untuk menangis di hadapan Sang Maha Cinta. Apa lantas persoalan saya selelsai begitu saya mengucapkan AMIN? Tentu tidak, setidaknya dengan berdoa saya bisa sedikit melegakan rasa sakit yang menghimpit dada ini.

Maksud Terindah
            Sebagai manusia akal dan pikiran kita memang sangat terbatas untuk menjangkau maksud Sang Ilahi atas kehidupan kita. Namun percayalah bahwa semua yang terjadi di dunia ini bukan karena kebetulan. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita pasti ada tujuannya. Begitu pun dengan berbaai persoalan dan permasalahan yang kita alami.
            Saya mengalami sendiri semuanya itu. Saya ingat betul bagaimana sulitnya menyelesaikan skripsi seketika sesudah ayah saya meninggal. Namun berdasarkan pengalaman tersebut kemudian saya bisa berbagi dan menjadi pembimbing (mentor) bagi beberapa adik mahasiswa yang terhambat kuliahnya karena berbagai persoalan. Apakah itu kebetulan…?
            Jika peristiwa itu hanyalah kebetulan, mengapa kejadiannya begitu pas dengan pengalaman yang pernah atau sedang alami? Masih hangat di ingatan saya di suatu siang pada tahun 2016. Saat itu saya sengaja ngongkrong di sebuah kawasan hotspot untuk kepentingan pekerjaan. Entah mengapa saya memilih sebuah kursi kosong yang berhadapan dengan seorang gadis berhijab.
            Di saat saya sedang tenggelam dalam pekerjaan, tiba-tiba perempuan di depan saya menunjukkan gelagat yang tak wajar. Sambil berbicara dengan seseorang di ponselya, perlahan-lahan mata gadis itu tampak berair. Bahkan perlahan-lahan wajahnya telah dipenuhi dengan air mata. Seketika saya panik melihat pemandangan tersebut. Saya bisa saja pura-pura tak melihat itu. Namun hati saya merasa tak tega, dengan segera saya keluarkan sebungkus tissue di dalam tas ransel dan memberikannya pada Si Gadis. Ia pun mengambil beberapa lembar tissue tersebut dan tersenyum pada saya sambil mengucapkan, “Terima kasih, Mbak.”
            Setelah berbagi tissue, kami sama sekali tak melakukan perbincangan apa pun. Sejujurnya sebenarnya saya merasa penasaran dengan permasalahan Si Gadis, tapi saya merasa tak punya hak untuk memberikan pertanyaan apa pun padanya. Saat pergi, gadis itu sempat berpamitan dan memberikan senyum simpul pada saya.
            Peristiwa-peristiwa semacam itu nyatanya sering saya temukan di antara keseharian. Ada ibu muda yang curhat mengenai kondisi perekonimian keluarganya di perjalanan bus Blok M menuju Pondok Labu, Jakarta. Pernah pula seorang ibu yang bercerita mengenai keadaan anak dan keluarganya ketika saya berada di stasiun Jatinegara, Jakarta.
            Kalau dipikir-pikir memang aneh kenapa harus saya yang harus bertemu dengan mereka? Padahal hidup saya sendiri juga tak sempurna dan masih bermasalah. Toh, saya sendiri bukan seorang konselor yang kawakan yang pandai memberikan solusi pada setiap persoalan.
            Setelah sekian lama merenungkannya, saya menemukan jawaban yang sekian lama saya cari. Bahwa ternyata semua yang terjadi dalam hidup ini diizinkan Tuhan untuk terjadi semata-mata untuk kebaikan kehidupan itu sendiri. Jika saya tidak pernah merasakan sulitnya menyelesaikan tugas akhir kuliah bagaimana mungkin saya bisa mendukung adik-adik yang memiliki permasalahan yang sama. Berbagai permasalahan yang membuat hati saya  hancur dulu perlahan-lahan membentuk hati saya untuk menjadi lebih peka melihat keresahan yang terjadi di sekitar.
            Jadi persoalan hidup tak seharusnya membuat kita hancur. Justru dengan datangnya permasalahan dalam hidup, kita menjadikan momen untuk melakukan perubahan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.  Tak mudah memang untuk melakukannya, tapi bukan berarti tak mungkin kan?
            Karena untuk berbagi dan memberikan manfaat  bagi sesama tak perlu menunggu harus menunggu hidup kita sempurna tanpa masalah. Pertanyaannya ialah, “Apakah kita mau mau menjadi pribadi yang bersinar di kegelapan atau malah justru ikut tenggelam dalam kegelapan tersebut?” Semua jawabannya ada di tangan kita. (SF)